Guru Terampil Menjadikan Murid yang Terampil
Perhatian, Apresiasi, Ulasan dan Disiplin (PAUD) dalam
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Oleh: Yesi Tamara Sitohang
Bak sebuah bangunan
mewah yang berdiri megah adalah sia-sia jika ternyata pondasinya tidak kuat,
demikian halnya pendidikan bagi anak. Semua hal yang kita harapkan terwujud
dalam diri anak di kemudian hari ditentukan oleh kualitas belajarnya sedini
mungkin. Besar harapan seorang anak mampu mengembangkan kemampuan diiringi
citra diri yang kuat oleh dukungan belajar yang didapatkannya semasa kecil.
Masa anak usia dini berkisar antara usia 0-6 tahun. Keberhasilan pendidikan
yang diperoleh anak jenjang ini menentukan keberhasilan pendidikannya di
jenjang berikutnya. Bloom (1964)
mengamati kecerdasan anak dalam rentang waktu tertentu dan membuat pernyataan, “kecerdasan anak pada usia 15 tahun merupakan
hasil PAUD”. Oleh karena itu, setiap elemen dalam proses belajar
masa ini mempunyai pengaruh yang besar dan terikat satu sama lain.
Oleh karena kegiatan
belajar adalah serangkaian proses yang bersifat dinamis, guru harus memahami
dan sebisa mungkin mengusahakan setiap aspek pendukung proses belajar itu demi
kelangsungan pembelajaran yang menyenangkan dan berkualitas. Kegiatan belajar
perlu bernuansa menyenangkan bagi anak usia dini, karena merupakan suatu
hambatan bagi anak untuk mengembangkan potensinya jika ia belajar dalam suasana
yang tertekan atau kurang fleksibel. Artinya, selain menguasai materi, guru
juga dituntut untuk memenuhi kewajibannya sebagai pendidik yang profesional
dalam segala hal. Profesional maksudnya, guru harus memaksimalkan dirinya
sebagai pribadi yang multifunction; pendidik,
pelatih, fasilitator, motivator, pemimpin, komunikator, pembimbing, bahkan
sebagai seorang pemberita Injil. Guru harus mampu memenuhi kebutuhan setiap
anak didiknya yang beragam gaya berpikir dan gaya belajarnya.
Selain faktor
lingkungan, emosional, sosiologis, psikologis dan fisiologis atau yang disebut
sebagai elemen dalam belajar, guru perlu mengetahui apa saja yang harus
ditanamkan dalam proses belajar kepada anak usia dini. Beberapa hal yang
dimaksud adalah; pemberian perhatian, apresiasi, ulasan dan disiplin. Dengan
keempat hal ini, setidaknya anak didorong untuk mengupayakan dan mengolah
kemampuan yang ada dalam dirinya lebih baik lagi dibandingkan dengan usaha yang
sebelumnya (pencapaian optimal).
1. Perhatian
Beberapa pengajar atau guru
menyadari bahwa anak yang dididiknya sangat memerlukan pengetahuan sebagai
tujuannya belajar. Tapi, tidak semua guru menyadari bahwa perhatian lebih
penting dibandingkan sekadar ilmu. Banyak kenakalan yang terjadi dalam diri
anak bukan semata karena pergaulan yang salah, tapi karena mereka merasa
diabaikan atau tidak diperhatikan. Perhatian sangat penting karena itu akan
membuat anak merasa berarti. Betapapun kondisinya saat datang ke sekolah, guru
perlu menyatakan bentuk perhatian yang wajar pada anak (wajar=tidak berlebihan
dan membentuk asumsi yang benar dalam pikiran anak) dengan sapaan, pertanyaan,
dan lain sebagainya yang sesuai dengan kondisinya saat itu.
2. Apresiasi
Setiap anak diciptakan berbeda
dengan keunikan masing-masing, termasuk juga kemampuan yang dimilikinya.
Apapapun yang dapat dikerjakannya, seberapapun hasil capaian belajarnya, anak
memerlukan penghargaan. Tidaklah terlalu sulit untuk mengatakan “Hebat!
Pekerjaanmu bagus!” untuk membuat anak merasa dihargai. Pujian atas
penampilannya, “kamu cantik”, “indah sekali pakaianmu”, “tulisanmu bagus, nak”
dan pujian lain yang bermakna positif bagi anak. Tanpa sadar, hal sederhana ini berdampak
besar bagi keberhasilan belajarnya. Di sinilah akan sangat terbukti tugas
seorang guru sebagai ‘motivator’ bagi anak, yang membangun dan bukan menimbun rasa
percaya diri anak.
Atas apa yang berhasil dilakukannya,
guru wajib secara kreatif dan objektif memberi wujud penghargaan itu. Saat
pekerjaannya bagus, berilah bintang atau nilai yang sesuai kepada anak, berilah
sesuatu pada anak dalam situasi tertentu sebagai motivasi baginya untuk belajar
lebih keras lagi dibandingkan sebelumnya.
3. Ulasan
Tingkat perkembangan anak
berdasarkan usianya meliputi kemampuannya menerima dan meneruskan informasi ke
dalam otak lalu mengolahnya dan menerapkan dalam kehidupannya. Dengan proses
penyampaian yang serupa, tidak berarti kemampuan menerima informasi itu akan
sama antara satu dengan yang lainnya. Anak mudah mengingat, namun dengan uraian
yang jelas dan terulang. Artinya, anak akan memahami bahwa orang tua
melarangnya minum es karena alasannya jelas, es tidak baik bagi kesehatannya
dan ia akan sakit. Anak akan mengerti mengapa ia harus tidur tepat waktu agar
esok hari ia akan bangun awal dan tidak terlambat ke sekolah karena waktu
istirahatnya cukup.
Dengan penjelasan yang diberikan kepada anak, sikap dan
perilakunya akan terbentuk seperti yang diharapkan. Karena, segala sesuatu
yang abstrak sulit dipahami oleh anak usia dini. Segala perintah yang
bermanfaat itu tidak bisa hanya sekali disampaikan kepada anak, karena
pengulangan (ulasan) akan membuat pesan itu tertanam kuat dalam ingatan anak.
4. Disiplin
Tuntutan keberhasilan dalam belajar
tidak hanya dinilai dari seberapa besarnya nilai kognitif yang dicapai anak.
Keberhasilan dalam proses belajar lebih dititikberatkan kepada karakter yang
menjadi pondasi kehidupannya mendatang. Karakter itu terbentuk dari disiplin
yang diterapkan bagi anak oleh guru ataupun oleh orang tuanya. Bagaimanapun,
anak perlu tahu mana yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan. Sejak dini,
anak perlu belajar tunduk dan menghargai peraturan serta tetap diingatkan
tentang “bersikap sesuai aturan”. Anak yang dibiarkan tumbuh tanpa disiplin
boleh jadi merasa bebas namun tanpa aturan dan rasa aman dalam dirinya.
Sebagai contoh, anak diberi aturan
untuk menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) tepat waktu dan dikumpulkan. Meski
dalam usia yang dini, anak perlu diperingatkan dan ditegur jika tanggung
jawabnya itu dilalaikan. Karena, dengan demikian ia akan terlatih melaksanakan
tanggung jawabnya tanpa paksaan lagi di kemudian hari (menjadi terbiasa). Dalam
hal disiplin ini, satu hal yang perlu menjadi dasar adalah kasih. Menerapkan
disiplin tidak boleh semata hanya untuk membuat anak jera bahkan takut
melakukan kembali kesalahan itu, sehingga anak akan takut kepada pembuat
peraturan saja. Disiplin yang baik adalah untuk menyatakan kasih kepada anak
bahwa, kita rindu ia akan menjadi seorang yang taat dan berkarakter terpuji di
masa mendatang. Kekasaran dan pengekangan tidak akan membuahkan hasil yang
memuaskan dalam mendisiplin anak.
Guru yang terampil adalah guru yang tidak
hanya menguasai materi pembelajaran, namun juga menguasai metode yang baik
dalam menyampaikannya. Seseorang tidak akan sampai di ujung sungai saat menyeberang
jika jembatan yang melintasinya rusak. Demikian juga pesan dalam pembelajaran
yang dari guru tidak akan sampai dengan baik kepada anak tanpa kualitas media
belajarnya. Tidak ada anak yang sulit jika kita menikmati setiap perbedaan
proses belajar anak dan menempatkan diri sebagai fasilitator yang penuh kasih.
Tidak ada anak yang nakal, meski anak usia dini adalah masa di mana
keterampilan motorik anak berkembang sangat pesat dan membuatnya terlihat
superaktif. Anak akan menyimpang dari apa yang diharapkan ketika kebutuhan
pribadinya dalam proses belajar tidak dipenuhi dengan baik. Dengan demikian,
keprofesionalan seorang guru tercapai karena kemampuannya menyeimbangkan
berbagai kebutuhan dalam diri muridnya.
Dalam tahapan perkembangan, anak
usia dini terbilang tidak mudah untuk diajak tenang dan lebih suka belajar
dengan permainan bahkan gerakan-gerakan yang melibatkan saraf motoriknya.
Artinya, metode pengajaran harus disesuaikan dengan menyisipkan permainan,
lagu-lagu, gerakan-gerakan lucu untuk memberi ingatan yang kuat mengenai
sesuatu yang dipelajarinya. Tanpa menghilangkan tujuan belajar itu, tetap
sampaikan secara berulang segala pesan moral yang mem-bangun karakter anak.
Satu yang penting dalam mendidik
anak usia dini adalah kasih. Dengan kasih, pengajaran kita akan berdasarkan
kelemahlembutan dan kesabaran dalam menghadapi gaya belajar dan kemampuan
berpikir anak yang beragam. Anak tidak berhasil karena didikan yang kasar, melainkan
dengan kasih dalam kedisiplinan. Dengan demikian, dalam Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), seorang guru harus melatih diri terlebih dahulu untuk menjadi
seorang yang kreatif, aktif, dan juga penuh kasih untuk mencapai perubahan
sebagai tujuan belajar.
(Hasil Pengamatan Anak Usia 4 dan 5 Tahun di PAUD
Agape Creative
Children (ACC), Ungaran-Jawa Tengah)
KEPUSTAKAAN
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara, 2012.
Darmawan, I Putu Ayub. Menjadi Guru yang Terampil. Bandung:
Kalam Hidup, 2014.
Fuller, Cheri. Maksimalkan Potensi Belajar Anak Anda. Bandung:
Kalam Hidup, 2007.
Ndraha,
Roswitha dan Simanjuntak, Julianto. Tidak
Ada Anak yang Sulit. Yogyakarta:
ANDI Offset, 2009.
Nugroho, Riant.
Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi dan
Strategi. Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2008.
Sidjabat, B.S.
Mengajar Secara Profesional. Bandung:
Kalam Hidup, 2014.
Tan, Timotius
Adi. Smart Parenting. Bandung: Life
Transformation Institute (LTI).
Tobias,
Cynthia Ulrich. Cara Mereka Belajar (The
Way They Learn). Pionir Jaya, 2009.
Komentar
Posting Komentar