Kasih Sejati Tak Berujung Kepada Penyesalan
Kasih Sejati Tak Berujung Kepada Penyesalan
Oleh: Yesi Tamara Sitohang
Aku :“Ma,
apakah mama menyesal tentang semua yang mama buat dalam hidupku?”
Mama :“Tentang apa? Mengapa menyesal?”
Aku :“Tentang
semua bukti cinta mama yang seringkali kunodai hehehe.. Aku sering membentak mama,
membohongi mama, bahkan melukai mama dengan perkataanku. How ‘bout it, ma?”
Mama :“Oh..
Untuk apa mama menyesal? Tidak ada alasan untuk mama menyesali semuanya. Tuhan
menganugerahkanmu untuk mama didik sepanjang usia mama. Melahirkanmu,
membesarkanmu, mengajari dan mendidikmu dan semua yang mama lakukan untukmu
adalah tugas mama, bukan paksaan. Apapun yang menjadi responmu pada mama adalah
konsekuensi yang harus mama tanggung dengan tidak mengurangi kasih mama padamu.
Kamu tetap anak mama dan mama tidak pernah menyesali kenyataan itu.
Pernahkah Anda memikirkan hal
demikian? Pernahkah Anda mempertanyakan hal itu? Normalnya, semua orang tua
akan memiliki anggapan yang sama. Kasih yang diberikan kepada anak-anak mereka
adalah kasih yang bersifat alami, yang dengan natural mengalir dalam kehidupan
keluarga mereka. Sebagai orang tua, apapun diupayakan demi kebahagiaan darah
daging mereka. Orang tua tidak akan pernah berpikir betapa ruginya pengorbanan
yang mereka lakukan dengan totalitas. Hidup mereka, bahkan menjadi jaminannya.
Meski demikian kenyataannya, kasih
orang tua kepada anak tidaklah diartikan sebagai bukti kasih yang kekal atau
murni. Karena, beberapa orang tua dalam kasus dewasa ini bisa mengalami
penyimpangan akibat kekecewaan. Apa maksudnya?
Orang tua adalah manusia biasa
dengan keterbatasan, termasuk perihal kasih ini. Sungguh respon yang diterima
mereka juga akan mempengaruhi kualitas kasih itu kemudian. Ini berarti, kasih
telah terkontaminasi dan bukan lagi sesuatu yang murni. Yaaa, namanya juga
manusia… Realita ini tentunya tidak menghapus peran orang tua lain yang masih
menghidupi kasih murni sebagai satu kewajiban dalam kehidupan mereka. Kasih
sesungguhnya tidak memandang apapun, siapapun, kapanpun dan bagaimanapun.
Apakah kini pemahaman Anda terbawa
kepada satu Pemeran kasih terbesar dalam hidup ini? Allah menyatakan satu
kewajiban yang tidak bertentangan namun jauh berbeda dengan kasih yang manusia
terapkan. Kasih-Nya telah memberi satu nyawa sebagai ganti segala nyawa.
Anak-Nya datang, mengosongkan diri-Nya untuk menjadi sama dengan Dia dan
menjadi teladan kasih serta pelayan. Sungguhpun akal kita tidak akan pernah
memahami kedalaman maksud-Nya. Totalitas kasih-Nya tidak bergantung pada
situasi dan respon kita yang menerimanya.
Dalam kefanaan dunia ini, kita pasti
pernah tersakiti atas respon orang
terhadap kasih yang kita berikan. Ini yang membuat orang mulai berhati-hati
dalam menunjukkan kasih, karena takut kecewa. Allah sudah dan masih tetap
menyatakan kasih-Nya bagi manusia meski manusia tidak selalu selaras dalam
meresponnya. Raga-Nya, takhta-Nya, harga diri-Nya hingga nyawa-Nya tidaklah
lagi diperhitungkan untuk memberatkan niat dan kemudian berhenti mengasihi
kita. Sikap apapun yang menjadi pilihan kita tidak pernah membuat Allah jera
untuk setia menyatakan kewajiban-Nya. Sebagai Bapa, Ia tidak pernah menyesal
dengan apa yang sejauh ini dikorbankan-Nya bagi kita. Tindakan yang dinyatakan
Allah seharusnya menyadarkan kita bahwa bukan lagi tantangan bagi kita untuk
menghidupi kasih karena kasih itu sudah ada sejak semula dalam hati kita.
Komentar
Posting Komentar