Masa Muda yang Bernilai

            Betapa anehnya aku dengan diriku, yang sejak lahir tidak pernah menjalin hubungan dengan pria manapun. Risih terkadang melihat teman-teman yang punya banyak cerita cinta dengan “beberapa mantannya”, punya banyak kenangan berupa barang-barang indah pemberian kekasihnya, punya kisah romantis bisu dalam foto saat momen-momen berharga, bahkan punya ojek pribadi kemanapun mereka ingin pergi. Waduh, sadis juga sih statement terakhirnya. Tapi, jujur itu yang ada dalam pemikiranku mengenai masa remajaku yang kuanggap asing dengan teman sebayaku. Terkadang lucu juga bila kubayangkan betapa aku dianggap “tak laku” atau “jomblo abadi” atau apalah itu yang mereka ingin katakan mengenai diriku dan kisah cintaku.

            Beberapa kali pernah aku merasakan jatuh cinta yang terbatas pada lawan jenisku, tapi tidak berkepanjangan. Mengapa terbatas? Aku tidak pernah berpikir akan mulai menjalin hubungan dengan lawan jenisku di usia yang masih sangat dini, apalagi memutuskan untuk menerima pernyataan cintanya. Dari kalimatku tadi, sesungguhnya aku pernah hampir masuk zona “pacaran” namun berhasil membatasinya. Lagi-lagi muncul kata “batas” dalam kisahku. Mengapa? Let me tell you!

            Orang tuaku memang tidak melarang aku berpacaran. Hanya saja, mereka memberi tawaran dengan pernyataan, “Kalau udah berani pacaran sebelum selesai sekolah, nikah aja ya. Sayang uangnya kalau ternyata tidak sungguh-sungguh mengejar cita-cita.” Itulah alasannya. Awalnya, di usia yang masih belia aku menganggap orang tuaku mendoktrin untuk tidak berpacaran dan bayanganku aku akan putus sekolah hanya karena itu. Tanpa kusadari, aku melewati masa remajaku dengan berasumsi bahwa aku tidak normal seperti teman-temanku yang lainnya. Aku merasa culun dari antara mereka, bahkan meskipun mereka tahu ada yang mengagumiku. Usia 13 tahun adalah usia awal aku mengenal rasa mengagumi lawan jenisku. 


Uniknya, satu demi satu dari mereka yang mencoba mendekati bahkan menyatakan cintanya padaku aku tolak dengan alasan “Belum boleh pacaran. Masih harus belajar.” Hehehe.. 

Itu sungguh peristiwa yang amat polos. Mereka pun satu per satu menghilang dari hari-hariku karena yaaa untuk apa terus mengagumiku kalau dengan mentah-mentah aku menolak?

            Singkat cerita, aku semakin minder karena sampai lulus SMA pun aku tidak pernah berpacaran. Pertanyaanku, “Apakah aku saja yang mengalami hal ini? Masih jaman kah anak se-usiaku tidak pernah berpacaran selama 17 tahun penuh?” Apakah orang tuaku juga salah? Lambat laun, ketika aku mulai lulus SMA dan fokus pada tujuanku untuk melanjutkan pendidikan sebagai Hamba Tuhan, kehidupan rohani dan jasmaniku semakin diisi dengan kebenaran firman, terlebih dalam kehidupan masa remajaku. Suatu kegiatan rohani menegur sekaligus menghargai keberadaanku sebagai seorang “Jomblo”. Ret-reat Remaja dengan tema LOVE, SEX AND DATING. Tidak bisa kujelaskan detil, namun yang pasti aku menerima sebuah pernyataan sang speaker, demikian: “Berbahagialah adik-adik disini yang sama sekali belum pernah menjalin hubungan dengan lawan jenis/berpacaran. Itu tandanya, kalian masih bertahan menjaga kekudusan hidup kalian sebagai remaja Kristen yang bernilai dan sabar menanti janji Tuhan digenapi pada waktunya.”

            Antara bingung dan bangga, aku merasa aku benar-benar beruntung dalam posisi saat ini. Pembicara itu benar. (Kej 2:18)  TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Merenungkan ayat ini aku sungguh dibuat terkagum oleh rencana dan kuasa-Nya. Semua orang telah diciptakan dengan amat baik oleh Dia, termasuk rancangan masa depannya masing-masing. Aku pasti punya masa depan yang baik termasuk mengenai pasangan hidupku. Tapi, kekecewaanku yang lalu ternyata menjawab masalah ini. Tuhan telah menjaga hidupku dengan amat baik, hingga aku tidak pernah menjalin hubungan yang salah, yang mungkin pernah dialami teman-temanku. Tuhan memberiku pengertian bahwa Ia sedang mempersiapkan yang sungguh-sungguh sepadan denganku, pada waktunya nanti. Untuk apa aku iri dengan kisah mereka? Kisahku punya cerita tersendiri. Alasanku untuk tidak berpacaran sebelum saatnya bukan hanya karena orang tuaku yang membatasi. Ternyata, aku sudah semakin dewasa dan mengerti bahwa berpacaran adalah proses persiapan pernikahan. Jika aku sudah memutuskan menjalin hubungan dengan seorang pria, itu tandanya dia harus menjadi teman hidupku selamanya. Karena, alangkah baiknya pacaran itu 1x untuk selamanya, supaya hidup kita benar-benar kudus di hadapan Tuhan.

            Pacaran itu ga main-main. Kalau orang bilang “dalam pacaran itu kita saling mengenal dan itu akan menjadi bekal dalam menentukan apakah dia layak atau tidak mendampingi kita dalam ikatan pernikahan.” Rasanya, hal itu sangat sederhana dan memiliki solusi. Untuk saling mengenal, tidak diharuskan ada ikatan yang lebih dari sekadar teman. Jadi sahabat atau bahkan saudara dalam doa juga sudah cukup untuk saling memahami karakter lawan jenis yang kita kagumi itu. Lagipula, kesannya akan jauh lebih berkelas dan mahal. Masa single itu gak datang dua kali, guys! Selama menjalani kesendirian, buatlah masa single itu sebagai masa yang penuh makna dan bernilai. Lakukan banyak hal yang berbobot dan memberkati sesama selama menanti ‘dia’ yang Tuhan kehendaki itu.


            Kalau kita sudah membenahi diri kita sebaik mungkin dan membuatnya menjadi sesuatu yang beda di pandangan orang, tepat pada waktunya Tuhan akan kasih tanda kok bahwa ‘dia’ sudah dekat dan benar-benar akan menjadi yang sepadan dengan kita. Saat Tuhan anggap kita sudah siap. Tenang saja, tidak ada yang perlu mengkhawatirkan skenario Tuhan! Aku bersyukur untuk kisah yang kumiliki saat ini. Aku bersyukur karena Tuhan menolongku menjalani masa remaja yang sejauh ini menjadi berkat untuk adik-adikku, keluargaku, orang tuaku, bahkan semua orang yang mengenal aku dan kisahku.

            Mari berjuang mengukir masa muda yang bernilai bagi kemuliaan Tuhan! Pakai waktu yang ada untuk memperbaiki diri dan melayakkan hati sampai waktunya tiba, Tuhan beri tanda tentang “dia”. Serahkan pena kehidupan kita pada Tuhan dan biarkan Ia mengukir indah cerita cinta kita. Tuhan Yesus memberkati! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Berkat Meski Dalam Pergumulan Berat

Digoda Tapi Tidak Ternoda

Menggunakan Kesempatan dalam Kesempitan